MAKALAH
AGAMA HINDU
“Smaranam”
O L E H :
Komang Doni Arta
Kelas : XI.IPS.2
SMA
NEGERI 1 LADONGI
TAHUN
PELAJARAN 2018/2019
KATA
PENGANTAR
“Om
Swastyastu”
Asung Kertha Wara Nugraha saya panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Smaranam” selesai tepat pada
waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian
makalah ini saya selaku penulis tidak
lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya
sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini di kemudian hari.
“Om
Shantih, Shantih, Shantih Om”
Ladongi, Februari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3
Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Smaranam................................................................................. 2
2.2
Pengertian Sewaka Smaranam.................................................................... 2
2.3
Pengertian Sewaka Smaranam.................................................................... 3
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan................................................................................................. 6
3.2
Saran........................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara berulang-ulang menyebutkan
Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara
berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan.
Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo
dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan
doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga
kita maupun sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Smaranam?
2. Apa Pengertian Sewaka Smaranam?
3. Apa Pengertian Sewaka Smaranam?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Smaranam
2. Untuk mengetahui pengertian Sewaka
Smaranam
3. Untuk mengetahui pengertian Sewaka
Smaranam
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Smaranam
Smaranam adalah Mendengarkan
‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik
misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya
yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang
suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada
siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.
Secara berulang-ulang menyebutkan
Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara
berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan.
Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat savitur varenyam,bhargo Devasyo
dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dan
doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga
kita maupun sekitarnya.
2.2 Pengertian Bhakti Smaranam
Bhakti Smaranam adalah
sujud hormat yang dilandasi cinta kasih sayang (prema)
yang tulus dan suci dengan cara atau jalan mengingat. Pada arah gerak vertikal atau pada
struktur spiritual bhakti ini
dilakukan oleh manusia yang ditujukan
kepada Tuhan-nya dalam upaya menumbuhkan karakter Ketuhanan (daiwi sampad) dalam diri manusia,
menumbuhkan kesadaran diri dan atau cahaya Ketuhanan dalam diri manusia (divine human), serta untuk membangun dan
menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan dalam pencarian
makna kehidupan dan jati dirinya.
Sujud
hormat yang dilandasi cinta kasih sayang (prema)
yang tulus dan suci dengan cara atau jalan mengingat pada ranah spiritual antara manusia dengan Tuhan-nya dapat dilakukan
dengan cara melaksanakan disiplin spritual atau praktek spiritual Sewaka Dharma Smaranam, yaitu sujud hormat melalui pelayanan cinta kasih sayang yang tulus dengan cara mengingat; Nama-Nama
suci Tuhan, Keagungan Tuhan, Kemahakuasaan Tuhan, Cinta Kasih Sayang (Parama Prema) Tuhan, Kemahaadaan Tuhan,
Kemahakaryaan Tuhan, mengingat Sabda (Wahyu) Tuhan yang tersurat dan tersirat
dalam kitab suci, dan lain sebagai-Nya.
Sedangkan pada arah gerak
horizontal atau pada kontek sosial Bhakti Smaranam ini hendaknya dilakukan
oleh masyarakat manusia kepada
sesama dan alam lingkungannya dalam upaya menumbuhkan kesadaran sosial,
kesalehan sosial dan kepedulian sosial untuk saling mengingatkan satu sama yang
lainnya di dalam pencarian makna kehidupan dan peningkatan kualitas hidup di
lingkungan sosialnya secara serasi, selaras, seimbang, harmonis dan dinamis,
sehingga tumbuh karakter Ketuhanan (daiwi
sampad) dalam kehidupan sosial dan tercipta cahaya Ketuhanan (Keilahian)
dalam organ-organ tubuh sosio (divine
society).Sedangkan dengan alam lingkungannya, masyarakat manusia juga
hendaknya menumbuhkan kepedulian lingkungan melalui mengingat tentang
pentingnya memelihara dan menjaga kelestarian alam lingkungan agar tetap
memberikan rasa nyaman dan kedamaian.
Berkaitan
dengan Bhakti Smaranam ini, terlebih
dahulu patut untuk memahami arti dari kata ‘mengingat’.
Menurut beberapa sumber yang sempat diapresiasi bahwa mengingat adalah tingkah laku manusia yang selalu
diperoleh dari pengalaman
masa lampau yang diingatnya. Mengingat dapat didefinisikan sebagai pengetahuan sekarang
tentang pengalaman masa lampau. Mengingat dapat terjadi dalam beberapa bentuk.
Bentuk yang paling sederhana adalah mengingat sesuatu apabila sesuatu itu
dikenakan pada indera. Bentuk ini disebut rekognisi. Misalnya, mengingat
kebaikan seseorang, mengingat
prestasi dan keberhasilan seseorang, mengingat wajah seseorang, mengingat tragedi kemanusiaan dan bencana alam, dan
sebagainya. Bentuk mengingat yang lebih sukar adalah recall. Me-recall
sesuatu apabila seseorang sadar
bahwa dirinya telah
mengalami sesuatu di masa yang lalu, tanpa
mengenakan sesuatu itu pada inderanya. Lebih
sukar lagi ialah mengingat dengan cukup tepat untuk memproduksi bahan yang
pernah dialami atau dikerjakan.
Misalnya anda mengenal kembali (rekognisi) sebuah kejadian dan ingat juga bahwa anda pernah mengalami kejadian itu (recall), tetapi apakah anda
mengalami atau menjalani kembali kejadian itu (reproduksi) ?. Sedangkan
bentuk mengingat yang keempat ialah melakukan
(performance) kebiasaan-kebiasaan yang sangat otomatis.
2.3 Pengertian Sewaka Smaranam
Berdasarkan
dari pengertian mengingat itu, maka Sewaka Dharma Smaranam dalam
kontek sosial yang dimaksud adalah mengingat tingkah laku sesama atau orang
lain dan mengingat
kejadian-kejadian kemanusiaan, sosial dan alam lingkungan yang
diperoleh dari pengalaman atau
kejadian yang telah berlalu kemudian diingat lagi. Guna terciptanya kesadaran sosial dan kesalehan sosial yang memiliki
kepedulian sosial untuk saling mengingatkan satu sama yang lainnya. Melalui
cara mengingat diharapkan tumbuh jalinan hubungan yang serasi, selaras,
seimbang dan harmonis serta dinamis antara manusia dengan sesama dan
lingkungannya dalam pencarian makna kehidupan di lingkungan sosialnya dengan
cara mengingat sesuai dengan bentuk-bentuk mengingat di atas. Maka dengan
demikian Sewaka Dharma Smaranam dalam
konteks sosial ini apabila dikaitkan dengan
isu-isu kemanusiaan,
sosial, perdamaian,
pluralisme, demokrasi, gender dan lain-lain, maka sepatutnya masyarakat
manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali isu-isu yang dimkasud di antaranya; tragedi atau bencana kemanusiaan, ketidak adilan sosial, kesenjangan sosial, diskriminasi sosial, bencana
alam, dan lain sebagainya, yang
diakibatkan oleh konflik, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh manusia
dengan sesamanya baik itu antara individu manusia yang satu
dengan individu manusia yang lainnya ataupun antara kelompok manusia yang satu dengan kelompok manusia yang lainnya serta manusia dengan lingkungannya akibat kurangnya kesadaran
manusia untuk menjaga kelestarian lingkungannya. Harapannya
dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang diakibatkan itu, masyarakat manusia selalu berupaya untuk mengingat dan mengeliminase tragedi atau bencana kemanusiaan, ketidak adilan sosial, kesenjangan sosial, diskriminasi sosial, bencana
alam, dan lain sebagainya, yang
telah terjadi dengan cara mengingat melalui pikiran positif, bertutur kata yang
baik, benar dan wajar, bersikap dan bertingkah laku yang baik, benar dan wajar
pula. Kepedulian sosial dengan cara mengingat ini dapat dijadikan sebagai
bekal atau modal dasar untuk
mengevaluasi dan merepleksi diri dalam upaya
mewujudkan perbaikan sosial dan alam lingkungan dimana masyarakat manusia itu
tinggal dan hidup. Demikian juga berkaitan dengan kebhinekaan dan pluralisme
dalam kehidupan sosial sebagai masyarakat manusia. Kesadaran untuk mengingat
bahwa kebhinekaan dan pluralisme adalah keniscayaan yang universal dan abadi
harus terus ditumbuh-kembangkan, apabila masyarakat manusia mampu
mengkemas kebhinekaan dan pluralisme itu
dalam suatu sistem dan struktur sosial di
bawah panji-panji kebersamaan, persatuan dan kesatuan, maka kedamaian sosial akan dapat diwujudkan. Oleh karena itu iklim untuk saling memberikan dan melakukan Sewaka
Dharma Smaranam sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia, masyarakat
manusia hendaknya terus merepleksi diri dan bersedia untuk merubah
cara pandangnya, yaitu yang awalnya kurang peduli untuk mengingat sesuatu yang dialami atau
dilalui dalam lintasan hidupnya, maka sekarang mulai untuk mengingat kejadian-kejadian atau pengalaman masa lalu yang telah terjadi termasuk
mengingat prestasi dan kebaikan-kebaikan sesamanya di dalam ingatan dan sanubari atau dalam bahasa kiasannya dengan
memahatnya di Batu
Karang sehingga sulit untuk hilang atau
melupakannya. Hal ini tentu akan dapat menumbuhkan kesadaran moral untuk
bersikap dan berprilaku baik juga kepada sesama sebagai wujud antara stimulus
dan respon yang positif, baik, benar dan wajar. Demikian pula hendaknya belajar
secara tulus ikhlas untuk memaafkan dan melupakan keburukan yang dilakukan oleh
orang lain dengan cara berpikir positif dan tapa
hati (kontemplasi) untuk mencari
sisi baik dari keburukkannya itu, atau cara lain dengan bahasa kiasannya yaitu
tulislah keburukan orang lain itu di Lautan sehingga keburukan itu larut atau dilebur bersama air lautan itu. Masyarakat
manusia hendaknya merubah cara pandang dengan melupakan keburukan orang lain yang diperbuat terhadapnya, cara pandang
ini tentu akan dapat menciptakan
jiwa pemaaf dan ikhlas dalam diri manusia. Demikian pula masyarakat manusia hendaknya merubah cara pandangnya, yaitu dengan melupakan
kebaikan-kebaikan yang pernah
diperbuatnya terhadap orang lain, guna
menjauhkan dirinya dari
sifat sombong yang menghancurkan. Melainkan
mulai sekarang merubah cara pandang dengan sujud hormat melalui pelayanan cinta kasih sayang yang tulus dengan cara mengingat (Sewaka Dharma Smaranam) yang ditujukkan
pada dua arah gerak, yaitu: Pertama, kesadaran untuk mengingat bahwa kelahiran, kehidupan dan kematian di
kendalikan oleh Tuhan dengan Rtam-Nya
sehingga dibutuhkan kesadaran untuk melakukan Sewaka Dharma Smaranam terhadap Nama-Nama suci Tuhan (Nama Smaranam), Keagungan Tuhan,
Kemahakuasaan Tuhan, Cinta Kasih Sayang (Parama
Prema) Tuhan, Kemahaadaan Tuhan, Kemahakaryaan Tuhan, mengingat Sabda
(Wahyu) Tuhan yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci, dan lain
sebagai-Nya. Kedua, kesadaran untuk mengingat bahwa dalam lintasan kelahiran, kehidupan dan
kematian di dunia ini dalam kontek sosial, manusia adalah makhluk sosial yang
sangat membutuhkan dan keterkandungan dengan sesama dan alam lingungannya dalam
pemenuhan kebutuhan hidup dan pencarian makna hidup serta dalam peningkatan
kualitas hidupnya. Oleh sebab itu maka Sewaka
Dharma Smaranam guna menumbuhkan
kesadaran sosial, kesalehan sosial dan kepedulian sosial untuk saling
mengingatkan satu sama yang lainnya serta menumbuhkan kepedulian lingkungan
melalui mengingat tentang pentingnya memelihara dan menjaga kelestarian alam
lingkungan menjadi keharusan apabila masyarakat manusia berharap rasa nyaman
dan kedamaian di dunia ini.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat dimaknai bahwa ajaran Sewaka
Dharma Smaranam mengandung konsep ajaran dengan cara mengingat untuk
menumbuhkan kesadaran spiritual dan sosial, dimana kesadaran spiritual yaitu
dengan cara menngingat Tuhan yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter
Ketuhanan (daiwi sampad) dalam diri
manusia, kesadaran diri dan atau menumbuhkan cahaya Ketuhanan dalam diri
manusia (divine human), serta untuk
membangun dan menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan dalam
pencarian makna kehidupan dan jati dirinya. Sedangkan kesadaran sosial yaitu
dengan cara mengingat sesama dan alam lingkungan guna menumbuhkan cahaya
Ketuhanan dalam kehidupan sosial (divine
society) dan cahaya Ketuhanan pada alam lingkungan (divine ecosystem).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Smaranam adalah Mendengarkan
‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik
misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan
melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di
sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan.
Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif
untuk kemajuan diri kita.
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini semoga
para pembaca dapat mengembangkan
sekaligus menambah wawasan tentang Smaranam dan tentunya dapat menyusun
makalah yang lebih baik dari makalah yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar